day of fun and unexpected gift
“nggggg....” desahku, perlahan kubukakan kedua mataku dan melihat jam beker diatas meja belajar.
“HAHHHH....JAM 07.15.” teriaku, dengan panik aku melesat kekamar mandi, seusai mandi aku langsung memakai seragam sekolah yang kugantung dibelakang pintu kamar mandi kemarin.
Perasaan heran langsung terbenak dipikiranku saat sedang menyisir rambut ‘kok! Jam bekernya gak bunyi sich? Perasaan aku sudah menyetingnya dech!.’ gumamku. Lalu aku membuka pintu kamar mandi dan melihat kamarku yang seperti kapal pecah, banyak buku yang berserakan dan bungkus makanan dimana-mana, ‘OH,IYA! Kemarin malam kan aku asyik membaca novel yang kupinjam dari perpustakaan dan lupa mennyeting jam bekernya tapi,.....JAM 07.30 GAWAAATTTT AKU BISA TELAT!!!.’ gumamku, setelah melirik jam dinding. Aku langsung mendobrak pintu kamar dan berlari menuruni tangga.
“sayang jangan lari-larian ditangga nanti jatuh!.” kata ibu.
“maaf bu, soalnya kakak udah terlambat!.” jawabku.
“terlambat apanya?.”
“ya, sekolah lah...”
“hehehe...ya ampun kakak lupa ya?.” tanya ibu, sambil tertawa.
“lupa? Gak ada yang ketinggalan kok! Sudah yach!.” jawabku, sambil berlari.
“sekarang kan hari libur!.” kata ibu. Aku mulai menghentikan kakiku.
“hah? Sekarang kan hari senin bukan hari minggu bu..” balasku, dengan heran karena ibu masih tersenyum lembut sambil menahan tawa, dan semakin membuatku heran.
“iya, ibu tahu sekarang hari senin tapi, seninnya tanggal merah sa-yang.” balas ibu, dengan penekanan dihuruf terakhirnya.
Aku mulai melihat kalender yang ada dibelakang tempat ibu berdiri, dan saat itu juga aku malu. Siapa juga yang gak malu? Bayangin aja sebelum baca novel aku melingkari hari besok adalah hari libur dengan sepidol merah, terus harus lari-larian pakai baju sekolah saat hari libur.
“iya, hehehe...” jawabku, cengengesan.
“fuhh...ya udah ganti baju sana! Ibu dah nyiapin makan buat kakak.”
“ayah, sama adik mana?”
“lagi pergi kealu-alun, ya udah sana ganti baju!.”
“oki doki!.”
Aku langsung, beranjak kekamar dan mengganti bajuku. OH,IYA....sampai lupa kenalan gara-gara kejadian tadi, perkenalkan namaku Celia Alissya Putri Firdaus, cukup memanggilku dengan nama celia saja, umurku 14 tahun, aku anak pertama dari keluarga Firdaus, aku memiliki seorang adik laki-laki namanya Naufal Fadhil Firdaus, umurnya 9 tahun huh, tidak seperti arti namanya adikku ini sangat nakal,manja,plus ngeyel.
“sayang....kamu ganti baju apa tidur lagi?.” teriak ibu, dari lantai dasar.
“iya,bu! Bentar lagi.” Balasku.
Sudah dulu ya! Perkenalannya, aku sudah ditunggu ibu. Aku pun keluar dari kamar, menuju ruang makan yang berada dilantai dasar, disana sudah ada Ayah,Ibu,dan Adikku Naufal. Kami sekeluarga makan dengan tenang yach...sedikit diselipkan canda dan tawa oleh ayah yang memang tidak suka ketenangan sama kaya adikku Naufal, bedanya Naufal bercandanya ngundang buat ribut.
“Celia, kemarin gimana MOS nya?.” tanya ayah, seusai makan.
“nyebelin, anggota OSIS nya keterlaluan semua!.” Jawabku, sambil membantu ibu menyuci piring.
“nyebelin kenapa?” tanya ayah lagi, sambil membaca koran.
“ya..gitu, masa gara-gara salah tebak disuruh nyanyi didepan teman-teman.”
“ya, wajarlah Celia. Namanya juga jaman sekarang.”
“tapi, waktu Celia SMP di MOS nya gak sampe begitunya. Dah malah suara Celia lagi serak, kaya kodok kejepit truk.” jawabku, lansung mematikan kran tempat cuci piring dan duduk disebelah ayah.
“hemm...tapi, menurut ayah suara celia tetap merdu kok, semerdu ribuan burung yang sedang berkicau.” balas ayah, dengan gombalannya.
“ayahhhh.” balasku, dengan nada manja sambil memukul pelan lengan ayah.
“aw...kok! ayah dipukul sich!.” Kata ayah, sambil menatapku degan paras yang lembut.
“habisnya...” jawabku, sambil mengembungkan pipiku.
“makanya, jangan suka ribut sama adik sendiri.” kata ibu, yang ikut duduk dibangku sebelah ayah.
“tuch! Dengerin kata ibu! Udah dech..ngalah aja sama aku, jadi aku yang menang.” kata Naufal, yang dari tadi menonton TV dan duduk dikarpet.
“ngalah, sama kamu. NO WAY, YOU NOW!.” balasku, sambil menatap adikku yang asyik menonton TV.
“sshhhhh....udah,udah jangan bertengkar mulu.”
‘TENG TONG, TENG TONG’ bunyi bel rumah
“biar ibu yang membukanya.” Kata ibu. Ibu langsung membukakan pintu rumah, dan mendapatkan seorang laki-laki tinggi, dan bermata sipit didepan pintu rumah.
“selamat pagi! Tante Yuki nya ada?” tanyanya.
“Yuki? Ah, iya...ada kok! Masuk dulu aja.” tawar ibu siapa yang dicari.
“ah, gak perlu tante. Aku tunggu disini aja.”
“ya,udah...tunggu sebentar, tante panggilin dulu.”
Laki-laki itu hanya mengangguk, ibu pun masuk kedalam rumah dan kembali keruangan dimana aku berada.
“sayang...pa-nge-ran nya jemput tuch!.” goda ibu.
“hah? Pangeran?.” tanyaku, begitu juga ayah yang ikut bingung.
“masa, lupa sich! Padahalkan, udah lama menjalin hubungan.” balas ibu, ya..walaupun ibu orangnya sangat tenang tapi, kalau udah masalah beginian jailnya mirip ayah.
“menjalin hubungan? Ah....jangan-jangan?.”
Aku berlari kedepan pintu rumah, dan ternyata benar yang datang dia.
“YO! Yuki.” Sapanya, sembil tersenyum.
“ke,ke,kenapa kak Iim ada disini?” tanyaku.
“mengajakmu jalan-jalan.” jawabnya santai.
“tapi, sekarang masih jam 10.00.”
“iya,iya Kakak tahu! Biar gak teralalu panas aja.”
“udah-udah, sana ikut gih! Sayang lhoooo.” kata ayah, yang tiba-tiba muncul dari belakang.
“Selamat pagi! Om.” sapanya.
“Pagi, juga! Udah, sana ikut gih. Nanti hubungan specialnya jadi longgar lho!”
“Ih..apa’an sich, orang cuma temenan. Ya, udah aku ngambil perlengkapan dulu,” balasku.
“eits....gak perlu, udah ayah ambilkan, nih!” balas ayah, sambil memberikan tas dan topi karena aku sangat benci panas. Aku hanya cengo, begitu ayah memberikan perlengkapanku ayah, lansung menutup pintu rumah.
“Yuki!.” sapanya.
“ah,i,iya..a,ada apa?” tanyaku terbata-bata.
“ayo!.”
Aku langsung kearahnya dan menutup pintu pagar, perkenalkan dia temanku dari aku duduk dibangku SD kelas 1. namanya Ibrahim Aditya Setiawan, dia jauh 2 tahun lebih tua dariku, dari dulu aku sering bermain dengannya. Disaat kesulitan dia selalu ada untukku, tak heran kalau tadi ibu memanggilnya pangeran. Hemm...dia sering memanggilku Yuki artinya salju katanya itu sangat cocok dengan kepribadianku yang sangat benci panas, dan terlebih lagi saat aku memintanya untuk memangilku dengan nama asliku, dia bilang “kitakan, sudah lama berteman jadi apa salahnya. Aku memanggilmu dengan nama kesayangan.”
Yah...kalau mengingat itu aku jadi malu.
“Yuki?.”
“hm?.”
“mmm, maaf soal MOS kemarin kakak gak bisa membantu kamu, soalnya kakak dipanggil ketua OSIS.”
“gak apa-apa kok! Tapi, kita mau kemana udah sampai kota nih!.” balasku. Jarak rumah kekota memang dekat jadi cukup berjalan kaki saja.
“gimana kalau keTime Zone, anggap saja sebagai permintaan maafku, kakak yang teraktir.”
“boleh.”
Aku dan kak Iim pergi memasuki wahana Time Zone disana, banyak orang yang berduan terlebih lagi sambil berpegangan tangan, jadi jijik ngeliatnya.
“Yuki, gimana kalau kita tanding masukin bola basket kedalam ring. Siapa yang paling banyak dia yang menang.” tawar Kak Iim, setelah membeli koin ditempat kasir.
“Ok!.”
Aku merasa kesal karena perbedaan sekornya amat jauh, Kak Iim dapat 21 sedangkan aku baru 5. wajar aja sich Kak Iim menang diakan Kapten klub Basket disekolah.
“yes! Kakak menang.” katanya, dengan senang.
“aku, minta tanding ulang.” balasku, dengan wajah yang cemberut.
“Ok! Siapa takut? Minta tanding ulang apa?.”
“Dance.” jawabku.
“maksudmu itu, yang diinjak-injak tanda panahnya.”
“bukan dance permainan.”
“maksudmu asli tapi, kakak gak bisa.”
“kak Iim ngedancenya pake bola basket aja, tinggal minjam dari permainan tadi.”
“Sip!.”
Setelah meminjam bola basket dan diizinkan oleh penjaganya, aku dan Kak Iim mencari tempat yang cukup luas. YAP..ketemu tepat dibundaraan jalan masuk, aku bersyukur karena aku memakai celana kalau aku pake rok bisa berabe dech. Lalu aku mulai menyalakan musik dance dengan volume full, Kak Iim mulai memainkan bola basketnya dia putarkan dijari telunjuknya lalu melempar bolanya dan berputar sebentar menangkap bola yang terlempar dengan satu jari lalu memutarkannya lagi, itu sudah membuat para pengunjung menyaksikannya, aku pun mulai beraksi. Aku rentangkan tanganku dan membentukan ombak kekanan dan kekiri, lalu salto kebelakang dan mendarat dengan split, 30 menit telah berlalu aku dan Kak Iim sudah kecapean. Dan para pengunjung yang menonton kami bertepuk tangan atas aksi narsis yang Aku dan Kak Iim tunjukan.
“Pulang yuk!.” kataku, sambil menghela napas.
“ya, setelah kita beli minum.” jawab Kak Iim.
Setelah membeli minum Aku dan Kak Iim pulang kerumah masing-masing.
“aku pulang!.” kataku, sambil membukakan pintu, dan menutupnya kembali. Aku mulai memasuki ruang TV, dan melihat adikku Naufal sedang menonton TV.
“dimana Ibu dan Ayah?.” tanyaku.
“pergi.” jawabnya, jutek.
“kemana?.”
“entah...” balasnya, dengan logat Upin-Ipin.
Aku mulai menaiki tangga dan memasuki kamar, untuk beristitahat. ‘BLUGGG’ aku melemparkan tubuhku kekasur, mengingat perjalanan tadi, saat mau pulang kerumah Kak Iim mencegatku, lalu dia mengeluarkan sebuah kotak dari dalam sakunya, dan mengeluarkan isi kotak tersebut. Aku hanya bisa kaget ternyata isinya kalung yang, cantik semuanya serba putih dan yang membuat aku jantungan, ditengah kalung itu terdapat kristal berbentuk hati, lalu kak Iim memasangkan kalung itu keleherku, “jaga baik-baik yach! Dahh.....” ucapnya, dan berlari meninggalkanku. ‘kenapa? Samapi segitunya kak!.’ Gumamku. Aku mulai menutup mataku yang sudah lelah.
PUKUL 19.30
“KEBAKRANNNNN!!!.”
“UWAAAAA.” teriaku, dan langsung lari kedepan pintu. 'tunggu perasaan gak ada bau asap.’ batinku, saat aku lihat kebelakang, terlihat seseorang tersenyum penuh kemenangan.
“hahahaha....1-0.” Ledek Naufal.
“huh! Awas kau yach!.” balasku.
“silahkan saja! Bweeeeee....” balasnya, sambil menjulurkan lidahnya.
“kau.....” geramku.
“lari.....”
“sini kau.” balasku, sambil mengejarnya. ‘DUAKKK’ aku hanya tersenyum penuh kemenangan melihat adikku menabrak tembok.
“hmfh, 1-1.” Kataku.
“biarin.”
Aku mulai berjalan malas keruang makan, setelah semangat membalas hilang.
“kok! lesu sich?.” tanya ayah.
“malas.” jawabku.
“malas kenapa?.”
“tuch, adik! Ngebanguninnya dengan cara aneh.”
“nggak kok! Aku ngebangunin kakak secara sopan.” Kata Naufal.
“tuch, dia sopan kok!.”
“iya, saking sopannya. Hampir ngebuat orang jantungan.”
“ya, udah. Namanya juga masih kecil.”
“terserah ayah.”
Lalu ibu datang, sambil membawa makanan. Masakan ibu kali ini sayur bayam dan telur mata sapi. Seusai makan aku pergi kekamarku. Tapi, sebelum kekamar aku mendengar pembicaraan Ayah dan Ibu.
“semoga disekolah barunya, tidak seperti dulu.” kata ibu.
“iya, tenang aja bu! Sekarang celia, tidak seperti dulu.” balas ayah.
Aku melanjutkan menaiki anak tangga, sambil menundukan kepala, sesampainya dikamar aku pergi kekamar mandi, setiap kamar punya kamar mandi sendiri-sendiri jadi tidak perlu jauh-jauh. Setelah mandi, aku merebahkan tubuhku kekasur dan tanpa sadar aku meneteskan air mata. ‘kalian’ gumamku, sebelum aku terseret dalam mimpi.
mantap
BalasHapus